oleh

Ada Jam Matahari Istiwak di Masjid Agung Solo

INDONNESIANEWS (Solo)–Benda setinggi satu meter itu berdiri di depan kantor Takmir Masjid Agung Solo yang berada di kompleks Keraton Surakarta.

Bentuknya mirip dengan buah catur. Di bagian atasnya terdapat sebuah benda yang terlindung kaca.

Sesuatu yang ada di dalam kaca tersebut berbentuk cekungan setengah lingkaran. Bagian dalamnya dilapisi kuningan. Terdapat beberapa garis dan angka di permukaan kuningan itu. Sebuah logam batang berdiri menunjuk ke atas.

Disorot oleh sinar matahari, bayangan logam tersebut menunjuk ke angka dan garis tertentu.

Benda tersebut adalah jam istiwak atau yang biasa disebut dengan jam matahari. Peralatan canggih pada zamannya itu telah berusia hampir satu abad. Beberapa sumber menyebutkan, diantaranya buku Sejarah Masjid Agung dan Gamelan Sekaten di Surakarta karya HA Basid Adnan disebutkan pembangunan bencet dilakukan bersamaan dengan pembangunan kolam air.

Bencet itu diresmikan pada ulang tahun ke-64 Paku Buwana X tahun 1928. Diperkirakan pembangunan bencet dan kolam air itu memakan biaya sekitar 3.000 Gulden. Pembangunan fasilitas masjid itu juga ditambah dengan adanya beduk bernama Kiai Wahyu Tengara. Beduk kini masih ada di serambi Masjid Agung.

Dulunya, jam istiwak tersebut merupakan salah satu peralatan penting untuk menentukan waktu shalat,
“Jam matahari tersebut memiliki akurasi yang sangat tinggi untuk menunjukkan waktu shalat,” kata Slamet Aby, Pengurus Takmir Masjid Agung Solo, beberapa waktu lalu.

Namun jam ini juga memiliki kelemahan, hanya waktu Shalat Dhuhur dan Ashar saja yang dapat ditentukan melalui peralatan tersebut. Sebab, cara kerja jam matahari itu membutuhkan adanya sinar matahari. Pun ketika cuaca hujan atau mendung, jam itu juga tidak bisa bekerja.

Cara membaca jam matahari tidak terlalu sulit. Dalam cekungan tersebut terdapat angka-angka, mulai angka 1 hingga 12. “Untuk membacanya tinggal melihat di angka berapa bayangan itu jatuh,” kata Slamet.

Meski peralatan jam yang mahal nan canggih terus berkembang, jam tersebut tidak tersingkir. Pengurus masjid mencoba melestarikan keberadaan jam tanpa mesin itu. Paling tidak, banyak pengunjung yang tertarik menyaksikan keberadaan jam matahari itu. (Oe)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *