oleh

Dugaan Kasus Bos EEI Dikriminalisasi, Saksi Ahli Sebut Tak Temukan Unsur Pidana

INDONNESIANEWS (Solo)–Kembali digelar,  Sidang kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang menjerat bos Eksploitasi Energi Indonesia (EEI) Tbk dan terdakwa lainnya berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Kalimantam Selatan, Kamis (26-10-2023).

Pada persidangan tersebut,  menyeret empat terdakwa, yakni Komut EEI Tbk, Andri Cahyadi, Hendri Setiadi sebagai Direktur Energi Guna Laksana (EGL), Kusno Hardjianto, pemegang saham PT EEI, serta Didi Agus Hartanto.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rahmat Dahlan itu, mendengarkan keterangan saksi ahli hukum pidana dan perdata.

“Kami menghadirkan dua ahli hukum yakni Dr. Flora Dianti, SH, MH sebagai ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia serta ahli hukum perdata, Dr. Ahmad Redi, SH, MH,” terang kuasa hukum terdakwa, Deri Novandono saat dikonfirmasi media, Sabtu (28-10-2023), kemarin.

Dikatakan, dalam sidang terungkap bahwa dasar pelapor (H. Sar’ie) mengklaim memiliki 40% saham PT Indomarta Multi Mining (PT IMM) adalah perjanjian hutang piutang antara pelapor dengan Para Terdakwa tanggal 14 Juni 2013.

“Faktanya, terungkap di persidangan ternyata pemberian pinjaman oleh pelapor tersebut tidak di berikan seluruhnya, demikian pula perjanjian pengikatan jual beli saham (PPJB Saham) No.125 tanggal 16 Juli 2014 bahwa pelapor tidak melakukan pembayaran sama sekali atas jual beli saham,” jelas Deri.

Adapun ahli hukum perdata, Dr Ahmad Redi, SH, MH mengatakan, bahwa peralihan saham dalam suatu perusahaan khususnya perusahaan tambang batubara tidak bisa dilakukan sekonyong-konyong hanya dengan PPJB saham. Melainkan harus ditindaklanjuti dengan AJB saham kemudian dinyatakan dalam akta pernyataan RUPS. Lalu, dimintakan persetujuan kepada Menteri ESDM sesuai UU Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Kasus ini bermula dari perjanjian utang piutang, jadi merupakan hubungan hukum perdata dan sudah berkekuatan hukum tetap berdasar putusan Mahkamah Agung (MA). Sehingga, kasus ini murni ranah perdata dan bukan kasus pidana,” ungkapnya.

Sementara itu, ahli hukum pidana, Dr. Flora Dianti, SH, MH menyatakan, inti delik Pasal 378 dan 372 (penipuan dan penggelapan-red) dihubungkan dengan perjanjian hukum pidana yang lahir akibat dari tipu muslihat. Sehingga, sepanjang perjanjian itu tidak dapat dibuktikan adanya tipu muslihat.

“Kasus ini bukanlah perbuatan kejahatan sebagaimana dimaksud Pasal 378 dan 372 KUHP. Selanjutnya, apabila PPJB saham tersebut tidak dilaksanakan pembayaran dan atau tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Artinya tidak dibayar oleh Pelapor atau PPJB tersebut substansinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Maka PPJB tersebut bukan lagi termasuk akta autentik dan karenanya hakim tidak terikat untuk mempertimbangkan bukti tersebut. Karena tidak termasuk bukti yang sah. Bahkan, kasus ini seharusnya hanya masuk ke ranah perdata,” terangnya.

Dalam perjalanan kasus ini, para terdakwa menyesalkan terkait pemberitaan yang dinilai menyudutkan, menggiring opini hingga bertentangan dengan fakta di persidangan. Hal itu, dilakukan oleh sejumlah media baik online maupun televisi nasional. Sehingga, para terdakwa meminta agar media yang menayangkan pemberitaan sesuai dengan fakta di persidangan.

Seperti diberitakan sebelumnya, empat terdakwa yakni Andri Cahyadi, Hendri Setiadi, Kusno Hardjianto serta Didi Agus Hartanto menjalani sidang dugaan kasus ‘investasi batubara bodong’ di PN Banjarbaru pada akhir bulan September 2023.

Dalam dakwaan JPU, empat terdakwa dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan Pasal 374 KUHP serta Pasal 55 tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan. (Bud)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *