INDONNESIANEWS (Klaten)–Tradisi Sadranan atau Nyadran adalah tradisi masyarakat Jawa untuk membersihkan makam leluhur dan mendoakannya. Tradisi ini dilakukan menjelang bulan Ramadan, yaitu pada bulan Ruwah (kalender Jawa) atau Syaban (kalender Hijriyah).
Seperti dilakukan ratusan warga dukuh Sanggrahan, desa Majegan, kecamatan Tulung, Klaten, yang menggelar tradisi nyadran, di jalan masuk, samping Tempat Pemakaman Umum (TPU) setempat, Rabu (19-2-2025).
Sejak pukul 09.00 WIB warga dukuh Sanggrahan dan dukuh lain di desa Majegan, yang memiliki anggota keluarga yang dimakamkan di TPU setempat mulai berdatangan di lokasi acara.
Mereka tidak datang sendiri tetapi bersama anggota keluarga lainnya. Menariknya semua warga yang datang membawa wadah “tenongan” berisi Ingkung (ayam) dan nasi lengkap dengan sayur mayur serta buah-buahan. Tidak lupa peserta Sadranan membawa tikar untuk duduk anggota keluarganya selama berlangsungnya acara
Menginjak siang lokasi acara sepanjang sekitar 100 meter telah dipenuhi peserta tradisi Sadranan. Untuk mengantisipasi hujan panitia telah memasang tenda sepanjang jalan yang dipakai dalam acara yang rutin digelar setiap tahun khususnya menjelang puasa tersebut.
Acara di mulai dengan sambutan –sambutan dan ditutup doa. Warga terlihat khusyuk selama doa dipanjatkan baik kepada mereka yang telah meninggal dan masyarakat, yang dipimpin oleh seorang pemuka agana setempat.
Selesai doa warga langsung membuka wadah tenong dan menyantap makanan yang dibawa sampai habis. Menariknya peserta akan menawari dan mempersiapkan masyarakat umum yang hadir untuk juga menikmati makanan yang mereka bawa.
Menurut tokoh warga dukuh Sanggrahan, Tugio, kegiatan yang digelar yakni doa bersama-sama antar warga dukuh yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai tradisi Sadranan atau nyadran ruwah
Tujuan dari kegiatan itu kata dia untuk mendoakan mereka yang telah meninggal supaya diampuni dosa dan diterima amal ibadahnya selama hidup di dunia dan diberikan keselamatan, rezeki bagi yang masih hidup di dunia.
Selain itu Tradisi Sadranan sebagai bentuk ucap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, mempererat tali persaudaraan di tengah masyarakat menjalin kerukunan, kebersamaan, kegotong-royongan, integritas, solidaritas, dan komunikasi di antara masyarakat. “Selain untuk mendoakan mereka yang telah meninggal juga untuk ajang silaturahmi dan mempererat hubungan antar warga sehingga tercipta keharmonisan dan kegotongroyongan,” ujarnya. (Oe)