INDONNESIANEWS (Solo)–Lembaga Penyelamatan Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN ) RI Jateng, menentang rencana Pemerintah memberikan suntikan dana untuk PT Sritex melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Hal tersebut diugkapkan Ketua LAPAAN RI, BRM Kusumo, beberapa waktu lalu. Kusumo menjelaskanbahwa Sritex bukan perusahaan milik negara atau BUMN. Diirnya juga menegaskan, Sritex pailit yang harus dilakukan pemerintah adalah fokus membantu eks karyawan yang hingga kini hak-haknya belum 100% didapatkan.
“Uang yang dihimpun Danantara dari 14 emiten BUMN harus sepenuhnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Danantara berperan mengonsolidasikan aset-aset pemerintah. Lalu apakah Sritex itu bagian dari aset pemerintah?.”
“Negara tidak boleh pilih kasih dalam membantu kesulitan finansial yang dialami perusahaan-perusahaan di tanah air. Pabrik tekstil di Indonesia yang mengalami kesulitan tidak hanya Sritex Grup saja, namun cukup banyak. Jadi mereka juga harus diperlakukan yang sama,” tegasnya.
Kusumo juga menambahkan , harus ada investigasi mendalam terkait ketidakmampuan Sritex untuk membayar hutang hingga dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga (PN) Semarang.
“Apakah ada unsur kesengajaan dari manajemen dan pemilik perusahaan? Pemerintah harus jeli sebelum membuat keputusan untuk menyelamatkan Sritex. Perlu dipahami, bahwa tutupnya Sritex bukan sebuah bencana yang harus ditangisi berlarut-larut,” beber dia.
Saat ini, sebut Kusumo, yang dibutuhkan adalah kebijakan negara berpihak kepada rakyat, bukan pasang badan membela kepentingan segelintir kelompok atau individu pengusaha. Negara hadir bukan untuk membantu kepentingan pengusaha, tapi membantu rakyatnya.
“Campur tangan negara melalui sejumlah pejabat seperti menteri dan wakil menteri yang turun meninjau Sritex di Sukoharjo mestinya bisa menjadi jembatan dalam merealisasikan hak – hak eks karyawan yang sudah menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR) harus segera diberikan,” ungkap Kusumo.
Dalam penilaiannya, menunggu kurator mendapat investor baru untuk melanjutkan operasional Sritex dan menjanjikan eks karyawan dapat kembali bekerja melalui perjanjian kontrak baru, rasanya sulit terwujud. Itu hanya angin surga yang sejuk sesaat.
“Kami mendapat informasi bahwa karyawan yang kena PHK diminta menandatangani kontrak kerja baru dengan investor baru. Tapi sampai sekian hari belum ada pernyataan resmi dari kurator tentang siapa investor baru itu. Lalu kapan para eks karyawan Sritex mulai dapat bekerja kembali?,” sebutnya
Berdasar data yang dihimpun, Sritex memiliki utang US$ 1,6 miliar atau Rp 25,1 triliun (kurs Rp 15.735 per dolar AS) kepada 28 bank. Utang itu lebih besar dari aset perusahaan yang hanya US$ 653,51 juta atau sekitar Rp 10,12 triliun.
“Intinya kami menentang jika Danantara dilibatkan untuk menghidupkan kembali Sritex. Alasannya sederhana, kalau Danantara gagal membuat Sritex bangkit, siapa yang harus dimintai pertanggungjawaban,” jelasnya
Diketahui, wacana BPI Danantara dilibatkan untuk menyelamatkan Sritex merupakan usulan anggota Komisi IX DPR Zainul Munasichin saat menerima audensi Serikat Pekerja Sritex Group di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 4 Maret 2025.
Wakil rakyat yang duduk di parlemen itu menilai, bahwa industri tekstil atau sandang menjadi sektor strategis yang perlu mendapat perhatian negara. Pemerintah bisa hadir membantu industri tekstil dengan skema menyuntik dana melalui BUMN atau BPI Danantara
“Apakah mau investor swasta, BUMN atau pakai Danantara, tapi yang pasti negara harus hadir dalam konteks industri sandang.” (Bud)