INDONNESIANEWS (Solo)–Menyusul adanya aksi tempeleng yang dilakukan oknum pengawal Kapolri ke Wartawan Antara beberapa waktu lalu di Stasiun Tawang, Semarang, membuat beberapa pihak menyesalkan hingga mengecam peristiwa itu.
Salah satunya, BRM Dr Kusumo Putro SH MH, yang juga pengacara kondang di Kota Solo itu mengecam peristiwa yang seharusnya tidak terjadi tersebut.
“Masalah ini jangan hanya polisi yang melakukan kekerasan meminta maaf kepada wartawan Antara, namun perlu ada tindakan tegas dari pimpinan Polri untuk memberikan sanksi kepada oknum tersebut. Kalau perlu tidak diperbolehkan lagi menjadi tim pengamanan Kapolri, agar peristiwa serupa tidak terulang,” kandasnya. Senin (7-4-2025).
Lawyers yang tergabung di Peradi itu juga berharap agar Kapolri turun tangan dan langsung meminta maaf kepada wartawan yang ditempeleng anak buahnya.
“Jika hal ini tidak dilakukan, saya menghimbau kepada teman-teman media tidak lagi melakukan peliputan atau boikot atas kegiatan Kapolri di event-event selanjutnya. Ini untuk mengantisipasi agar wartawan tidak lagi menjadi korban kekerasan dan pengancaman yang dilakukan oknum polisi,” ungkapnya.
Sementara, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Solo mengutuk keras tindakan anggota tim pengamanan Kapolri (bukan ajudan) yang menempeleng dan mengancam wartawan di Kota Semarang.
Aksi yang memalukan itu terjadi ketika wartawan tengah meliput kegiatan Kapolri di Stasiun Tawang pada Sabtu (5-4-2025) lalu.
Ketua PWI Kota Solo, Anas Syahirul menyayangkan aksi tak terpuji tersebut. Tindakan tersebut justru memalukan institusi Polri.
“Padahal di berbagai event, Kapolri berkali-kali meminta polisi humanis. Tapi malah ada oknum polisi yang sengaja menempeleng wartawan yang saat itu sengaja diundang untuk melakukan peliputan,” jelas Anas dalam pernyataan resminya.
Anas meminta pihak Polri tidak tinggal diam. Terlebih sudah jelas, wartawan bertugas dilindungi UU Pers dan Standar Perlindungan Profesi Wartawan (SPPW) yang ditegaskan oleh Dewan Pers.
“Ini melanggar UU 40 99 pasal 18. Menghalangi kerja wartawan. Pelaku harus dihukum keras dan tegas biar tidak selalu berulang. Selama ini pelaku kekerasan kepada wartawan tidak jelas sanksinya,” beber Anas.
“Copot jadi peringatan keras kepada oknum polisi itu dan Polri secara resmi juga harus minta maaf secara terbuka. Bukan hanya oknum polisi yang meminta maaf kepada korban,” tegas Anas.
Anas menyebut kasus yang menimpa wartawan ini ancaman serius terhadap kebebasan pers yang terus merosot di Indonesia. Serta menambah daftar panjang kekerasan kepada wartawan oleh aparat.
Terbaru, Kelasi Jumran, oknum TNI AL yang jadi tersangka pembunuhan jurnalis wanita Juwita di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. (Bud)