INDONNESIANEWS (Solo)–Penyidik Satreskrim Polresta Solo telah melakukan pelimpahan tahap 2 kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Solo pada Kamis (28/2/2024) lalu. Dalam pelimpahan tersebut, pihak penyidik menyerahkan barang bukti beserta tersangka yang tak lain merupakan mantan manajer Persis Solo, Waseso.
“Benar, sudah dilimpahkan pada Kamis (28/2/2024) kemarin. Sudah kami terima,” terang Kepala Kejari Kota Solo, DB Susanto saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (2/3/2024) siang.
Meski berstatus tersangka, kata DB Susanto, Waseso hanya dikenakan penahanan kota. Hal ini berdasarkan alasan subyektif dan obyektif berdasar undang-undang yang berlaku.
“Kemudian, tersangka juga mengajukan penangguhan penahanan,” ujarnya.
Disinggung mengenai pertimbangan terkait penahanan kota yang dilakukan oleh pihak Kejari, DB Susanto mengaku, bahwa domisili tersangka Waseso berada di Kota Solo.
“Termasuk, dia sebagai pemimpin perusahaan yang masih menjalankan kegiatan perusahaan dan membawahi karyawan,” ungkapnya.
DB menegaskan, bahwa kebijakan diberikannya tahanan kota tersebut, sama dengan yang dilakukan oleh penyidik Satreskrim Polresta Solo. Dimana, pihak penyidik juga tidak melakukan penahanan kepada Waseso.
“Itu sama dengan penyidik dulu ya. Coba tanyakan disana (penyidik-red), kenapa tidak dilakukan penahanan (sel-red),” kata DB Susanto.
Hingga saat ini, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih melakukan penyempurnaan berkas untuk dilimpahkan ke Pengadian Negeri (PN) Kota Solo.
Terkait hal itu, pengacara pelapor atau korban, Romi Habie mengaku tidak kaget dengan keputusan yang diambil oleh pihak Kejari Solo. Namun, pihaknya khawatir dengan kepercayaan penegak hukum dan keadilan masyarakat khususnya dari saksi korban.
“Kalau menurut kami ini sandiwara, sudah kami duga dari awal. Tindakan tersebut perlu dievaluasi. Perlu diperbaiki kembali. Sekali lagi, ini perkara extra ordinary crime (luar biasa) tentang TPPU kok dibuat seperti perkara sederhana (tilang, tindakan pelanggaran-red). Kalau seperti ini, muka penegak hukum teman-teman kepolisian dan penegak hukum bagaimana,” tegasnya.
Pihaknya sangat menyayangkan, keputusan Kejari Kota Solo yang hanya melakukan tahanan kota terhadap tersangka Waseso. Mengingat, rekam jejak dari tersangka merupakan residivis baik tindak pidana umum berupa pemalsuan tanda tangan hingga tindak pidana korupsi.
“nah, dari sisi mana teman-teman dari pihak Kepolisian maupun Kejaksaan saat ini memiliki pertimbangan hanya melakukan tahanan kota. Maka dari itu, kami berharap, ini pelabuhan terakhir kami adalah Pengadilan Solo untuk benar-benar mempertimbangkan perkara ini sebagai perkara krusial. Karena tidak sedikit kerugiannya. Status tersangka ini juga residivis dalam dua perkara berbeda,” tegasnya.
Disinggung mengenai kasus yang pernah menjerat tersangka Waseso, Romi mengaku, bahwa yang bersangkutan pernah terjerat kasus korupsi pengadaan barang dan dipenjara di wilayah Ngawi, Jawa Timur tahun 2011. Tak sampai disitu saja, tersangka juga pernah berstatus terpidana kasus pemalsuan tanda tangan dan menjalani hukuman di Rutan Kelas I Kota Solo pada 2017 silam.
“Sehingga kasus TPPU yang menjerat tersangka ini merupakan tindak pidana bawaan. Karena, tindak pidana pokok sudah terbukti dia dihukum 3 tahun. Kalau dari sisi hukum, mestinya yang bersangkutan ini sudah tidak ada lagi hal-hal yang meringankan dan diberikan maaf. Mestinya di tahan (disel-red) bukan tahanan kota,” tandas pengacara asal Yogyakarta itu.
Terkait hal itu, tersangka Waseso saat ditemui di Kejari Kota Solo mengaku, pihaknya hanya mengikuti proses peradilan.
“Protapnya gitu, ya saya ikuti. Ya orang gak boleh kan, balas kejahatan dengan kejahatan. Nanti malah tambah keruh,” katanya bijak.
Sebelum terjerat kasus dugaan tindak pidana pencucian uang, mantan Manajer Persis Solo Waseso terlibat perkara pemalsuan tanda tangan rekan bisnisnya, Roestina Cahyo Dewi, untuk mencairkan dana sebesar 1.754.469 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp28 miliar.
Uang tersebut tersimpan dalam rekening bersama atas nama tersangka dan korban.
Pemalsuan tanda tangan terjadi pada 2012 hingga 2013 sebanyak 18 kali. Pada 2017, Waseso divonis bersalah oleh Mahkamah Agung dan menjalani hukuman selama 3 tahun penjara.
Waseso diduga melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 4 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sedangkan, berdasar audit forensik yang dilakukan auditor Dian Djandra asal Tangerang Selatan, Banten dengan Nomor: 00001/2.1271/AI/12/1636-1/0/II/2023, 6 Februari 2023 silam, terdapat kesimpulan adanya TTPU dengan kerugian 1.754.469 dolar AS yang dialami korban Roestina Cahyo Dewi. Berdasarkan hasil audit forensik itu pula, kejahatan TPPU yang dilakukan Waseso digunakan untuk membeli 14 aset tanah hingga satu unit mobil mewah. (Bud)