Majelis Hakim Banjarbaru beri Hukuman Empat Terdakwa Bos PT EEI, Kuasa Hukum : Kami Akan Terus Berjuang Mencari Keadilan

oleh

INDONNESIANEWS (Banjarbaru)–Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Kalimantan Selatan menjatuhkan vonis kepada empat terdakwa kasus tindak pidana penipuan dan penggelapan. Keempat terdakwa, dijatuhi hukuman berbeda dengan vonis yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Rahmat Dahlan SH.

Keempat terdakwa, yakni Bos PT EEI, Andri Cahyadi, Direktur Energi Guna Laksana (EGL) dan Hendri Setiadi selaku pemegang saham dijatuhi vonis hukuman selama 3 tahun 4 bulan penjara. Sedangkan, Kusno Hardjanto dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan dan Didi Agus Hartanto divonis dengan hukuman 3 tahun penjara.

Vonis yang dijatuhkan kepada para terdakwa ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam tuntutannya, JPU menuntut para terdakwa dengan hukuman 3 tahun 10 bulan penjara.

Menanggapi vonis tersebut, Kuasa Hukum terdakwa, Pahrozi mengatakan pihaknya akan terus mencari jalan untuk keadilan.

“Tentunya, kami merasa sangat kecewa dengan vonis itu. Karena yang kami yakini itu kasus perdataan yang pondasinya adalah hutang piutang, namun Majelis Hakim berpendapat lain hutang piutang itu ditarik menjadi jual beli dan disitulah terjadi konsepsi hukumnya, sehingga mereka meyakini ada terjadinya penggelapan,” terang pengacara dari kantor hukum Equitable Law Firm itu.

“Namun ini belum berakhir masih ada Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung tempat kami mencari keadilan. Kami akan terus berjuang karena putusan hakim atas dasar jual beli itu tidak terbukti dan tidak bisa kami terima. Kenapa hakim masih mengambil bukti mempertimbangkan PPJB 125, padahal di fakta persidangan Notarisnya itu sudah menyatakan isinya itu tidak benar,” urainya.

Pahrozi mengaku, tengah mempertimbangkan terkait adanya dugaan pelanggaran dengan memasukan keterangan palsu di fakta persidangan dengan melaporkannya ke Kepolisian.

Senada, kuasa hukum lainnya, Zainal Abidin mengaku, pihaknya masih menyatakan pikir-pikir untuk menyatakan banding dengan waktu sepekan.

“Pertimbangan mengambil bukti surat yang menyatakan itu jual beli itu adalah tidak ada sama sekali, padahal itu adalah utang piutang, itu yang kelirunya majelis. Hal tersebut jatuhnya adalah masalah keperdataan,” sambungnya.

Terpisah, salah seorang terdakwa Andri Cahyadi mengaku, apa yang terjadi dari kasus itu bermula dari kerjasama bisnis batu bara yang dilakukan. Menurutnya, kerjasama itu merupakan hutang piutan. Selain itu dirinya juga membantah tidak ada jual beli saham. Hal itu mereka ungkapkan, dengan adanya putusan perdata dari Mahkamah Agung, terkait adanya dasar perjanjian utang piutang.

“Prinsipnya tidak ada jual beli saham, jadi yang selalu disampaikan jual beli padahal tidak ada, jelas dasarnya ada dalam putusan perdata dari MA. Namun yang dinilai bukan atas dasar hutang piutang sesuai dengan kesimpulan Majelis Hakim sebesar Rp 49 Miliar bukan yang Rp 7,2 Miliar, PPJB Nomor 125 dan bahkan Notaris tidak mengakui. Bahkan itu dinyatakan salah ketik dan tidak terlihat pembayarannya sama sekali,” tegas pengusaha asal Kota Solo itu.

Disisi lain, perwakilan karyawan, Doni mengaku kecewa dengan vonis yang dijatuhkan Mejelis Hakim. Menurutnya, dari empat terdakwa yang hadir, hanya tiga terdakwa saja yang putusan vonisnya dibacakan.

“Kami dari perwakilan karyawan sangat prihatin untuk mencari keadilan di negeri ini sangat susah. Kami sempat merekam tadi, bahwa pimpinan kami ada empat dalam hal ini para terdakwa, yaitu terdakwa satu, dua dan tiga dan empat. sementara tadi Majelis Hakim tadi menyatakan yang dihukum itu adalah semua terdakwa sampai tiga. Sedangkan, terdakwa empat tidak disebutkan jadi seharunya secara hukum terdakwa empat itu harus dibebaskan karena cacat hukum,” jelasnya. (Bud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.