INDONNESIANEWS (Solo)–Masjid Darussalam Jayengan Serengan Solo, setiap masuknya bulan puasa melakukan tradisi pembuatan bubur Samin atau bubur Banjar.
Tak terkecuali pada bulan Ramadhan 1444 Hijriyah atau tahun 2023 ini salah satu Masjid tertua di Solo ini juga melakukan kebiasaan yang sama. Bubur yang rasanya gurih tersebut di bagikan kepada masyarakat. Setiap hari Takmir Masjid membagi-bagikan 1050 porsi bubur Samin.
Saat memasuki bukan puasa seperti sekarang jangan heran apabila setiap hari tepatnya sebelum Sholat Ashar masyarakat sudah berdatangan di kompleks masjid Darussalam Jayengan yang ada di jalan Gatot Subroto Serengan.
Mereka datang bukan dengan tangan hampa tetapi dengan membawa wadah untuk menampung bubur Samin. Selain itu uniknya warga yang datang tidak hanya datang dari kita Solo saja tetapi juga dari berbagai tempat di Solo Raya.
Mungkin banyak masyarakat yang tidak tahu bagaimana pengurus masjid berjibaku dalam memproses bubur Samin dari mulai memotong daging sapi/ayam bahan sayur, meracik rempah sampai membersihkan beras.
Proses pembuatan bubur Samin di lakukan sejak pagi sekira pukul 10.00. untuk bagian memotong daging sapi/ayam, meracik bumbu rempah dan memotong sayur seperti wortel bawang Bombay merupakan tugas dari beberapa ibu-ibu.
Sementara untuk laki-laki bertugas membersihkan beras dan kemudian memasukkan ke wadah dandang besar. Sedikit ada 7 petugas laki-laki yang secara bergantian mengaduk beras di 2 dandang besar yang ada di halaman masjid Darussalam Jayengan Serengan Surakarta.
Setelah 2-3 jam bubur mulai mengental di saat itulah petugas mulai memasukkan sayuran seperti wortel, bawang Bombay .dan lainnya. Terakhir petugas akan memasuki susu dan tentunya minyak Samin.
Menurut Ketua Takmir Masjid Darussalam Jayengan Haji Rosidi menceritakan awal mula adanya bubur Samin di kota Solo.
Dahulu sekitar tahun 1907 banyak saudagar dan perajin batu mulia serta pendatang dari Martapura yang merantau ke Kota Solo.
Mereka kemudian mendirikan langgar atau musala di Jayengan dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Di situlah perantau Martapura ini kemudian terus berkembang. Hingga akhirnya pada tahun 1930-an, langgar atau musala yang sekian lama telah berdiri dan digunakan untuk berbagai aktivitas keagamaan kemudian dibangun kembali menjadi sebuah masjid dengan dinding tembok.
Masjid ini kemudian dikenal dengan nama Masjid Darussalam seperti saat ini. Sejak dulu, selain digunakan sebagai tempat ibadah dan menjalankan aktivitas keagamaan, masjid ini juga digunakan sebagai tempat pertemuan para saudagar di Kota Solo.
“Ketika mereka berkumpul dan bersilaturahmi, terutama saat Bulan Ramadan, bubur samin ini selalu dihidangkan sebagai takjil untuk kudapan berbuka puasa” ujarnya.
Berawal dari sebuah kebiasaan, takjil bubur samin ini kemudian berubah menjadi tradisi yang terus dilestarikan sejak sekitar tahun 1960-an hingga sekarang.
Setiap hari tambah Haji Rosidi pihaknya menghabiskan 47 Kilogram beras untuk membuat bubur Samin. “Biaya yang di keluarkan setiap hari bisa mencapai 600ribu untuk membuat bubur Samin dan 15juta sebulan”, ujarnya.
Dana yang tidak sedikit tersebut menurut Haji Rosidi di dapat dari Alumni Murid SD yang ada di kompleks masjid dan juga orang-orang yang pernah menjadi pengurus Takmir Masjid Darussalam dan masyarakat yang bersimpati atas kegiatan tersebut.
Dari 1050 porsi bubur Samin yang di buat, 750 porsi di bagikan kepada masyarakat dan 300 untuk jemaah Masjid Darussalam. Namun sebelum bubur Samin di bagikan, terlebih dahulu di doakan oleh Ketua Takmir Masjid Darussalam Haji Rosidi.
Sementara itu beberapa warga yang antri mengaku ada yang sejak kecil sudah merasakan bubur Samin. Seperti di sampaikan ibu Novita, yang lahir di Kampung Jayengan. Dari orang tua yang berdarah’ Banjar yang menyukai bubur Samin, otomatis membuatnya juga ikut menyukai bubur Samin. “Dari kecil saya sekitar 40an lalu saya sudah makan bubur Samin setiap bulan puasa puasa”, ujarnya.
Sementara itu seorang warga asal Solo Baru, Joko mengaku setiap bulan puasa selalu datang ke Masjid Darussalam untuk meminta bubur Samin. Ia menyukai bubur tersebut dengan alasan gurih, “Rasanya gurih tidak buat nek makanya buat ketagihan”, ujarnya. (Oe)