oleh

Carut Marut Pengelolaan Pasar Ikan Higienis Balekambang, Komisi ll : Diharap Pihak Inspektorat Segera Lakukan Audit.

INDONNESIANEWS (Solo)–Carut marut­nya pengelolaan Pasar Ikan Higienis di Balekambang tersebut, membuat Ketua Komisi II, Honda Hendarto angkat bicara.

Hal itu, dikatanyannya usai melakukan rapat heiring pembahasan dengan Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan, terkait dugaan penyalahgunaan wewenang di Pasar Higienis Balekambang, di Kantor DPRD Kota Solo, Selasa(24-1-23)

Honda meminta agar pihak Inspektorat secepatnya melakukan pemeriksaan keuangan atau segera lakukan audit secara menyeluruh apa yang telah disepakati antara pihak pertama dan kedua.

“Permohonan ini juga akan kami sampaikan kepada Ketua DPRD Kota Surakarta secara tertulis,” terang Honda ditengah rapat dengar pendapat bersama sejumlah OPD Kota Surakarta menyusul adanya surat pengaduan dari Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI yang dikirim ke berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Wakil Walikota, Teguh Prakosa hingga surat pengaduannya sampai di meja Ketua DPRD Kota Surakarta, Budi Prasetyo.

Alasan Honda, penggunaan aset Pasar Ikan di Balekambang tidak transparan.

Sementara Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan, Eko Nugroho tidak membantah alih fungsi tersebut, seperti tempat ibadah dipakai untuk berjualan, pasar ikan higienis menjadi pasar oprokan hingga lahan parkir difungsikan untuk berjualan ikan.

Eko Nugroho juga tidak mengetahui adanya perjanjian antara Mitra Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) sebagai pihak kedua dengan pedagang ikan oprokan sebagai pihak ketiga. “Kerjasama tersebut memang tidak ada dalam perjanjian antara Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan sebagai pihak pertama dengan Mitra KSP sebagai pihak kedua,” jelas Eko Nugroho usai rapat hearing dengan Komisi II DPRD Kota Surakarta.

Dia mengetahui adanya kerjasama antara Mitra KSP dengan pihak ketika dalam hal ini pedagang ikan oprokan justru dari pedagang ikan pada akhir 2022.

Padahal perjanjian antara pihak kedua dengan pihak ketiga, nilai keuntungan yang didapat pihak kedua diyakini cukup besar. Seperti halnya sewa lapak Rp 10 juta selama dua tahun bagi setiap pedagang ikan. Masih ada juga pungutan atau iuran bagi pedagang Rp 60.000 yang berjualan setiap hari.

Iuran tersebut dikemukakan salah satu anggota Komisi II, yakni Jugo. Dia menegaskan alih fungsi pengelolaan Pasar Ikan di Balekambang banyak melanggar ketentuan apa yang disepakati pihak pertama dan kedua.

Banyaknya pelanggaran dalam pengelolaan Pasar Ikan Higienis tersebut juga menuai kritik tajam dari anggota Komisi II lainnya yakni Triyono.

Dia mengatakan kalau memang tidak bisa segera diperbaiki dengan aturan baru melalui agendum, mestinya operasional Pasar Ikannya harus dihentikan.

Perwakilan Inspektorat yakni Siwi, mengatakan perihal perjanjian yang dibuat pihak pertama dan kedua hingga munculnya perjanjian agendum baru diketahui pada tahun 2021.

Dimana dalam perjanjian tersebut, pihak kedua memberikan kontribusi tidak tetap kepada pihak pertama sebesar lima persen dari hasil keuntungan pihak kedua.

“Seharusnya akuntan publik independent yang ditunjuk mestinya dapat menghitung keuntungan pihak kedua sejak perjanjian dibuat dengan pihak pertama mulai tahun 2011,” jelas Siwi.

Terkait adanya perjanjian pihak kedua dengan pihak ketiga mendapat respon dari bagian hukum Pemkot Surakarta.

“Kami perlu melakukan kajian atas perjanjian tersebut. Sebab pihak kedua hanya memanfaatkan fungsi lahan sebagai usaha. Sedang pasar ikan dikelola pemerintah. Perihal retribusi dari pihak ketiga ke pihak kedua masih sumir aturannya, hal itu mestinya ditindaklanjuti dengan agendum. Kami masih perlu waktu untuk melakukan kajian secara hukum tentang hal ini,” kata Sasa, perwakilan  bagian hukum Pemkot Surakarta yang mengikuti rapat hearing itu. (Bud)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *