INDONNESIANEWS (Boyolali)–Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menjadi momok bagi peternak sapi khususnya di wilayah Kabupaten Boyolali. Pasalnya, dampak bagi penyakit tersebut sangat merugikan dan memiliki efek berantai.
“Dampak dari PMK di wilayah Kabupaten Boyalali ini sangat besar. Sapi bisa saja mati. Kalau toh dipotong, harganya juga anjlok drastis. Jika sembuh, produksi susu juga berkurang,” terang Kepala Bidang Usaha Peternakan dan Kesmavet, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, Gunawan Andriyanta dalam vaksimasi pendampingan peternak yang diselenggarakan oleh PT. Sarihusada Generasi Mahardhika (Sarihusada), Kamis (29/12).
Menurutnya, Kabupaten Boyolali memproduksi sebanyak 51,56 juta liter susu per tahun pada tahun 2021, atau sekitar 60% dari produksi seluruh provinsi Jawa Tengah.
Tercatat, ada sekitar 94.698 ekor sapi perah tersebar di seluruh Kabupaten Boyolali. Namun, saat ini hanya tersisa 62.387 ekor sapi perah.
“Kondisi ini bukan saja berdampak pada kesejahteraan peternak tetapi juga mempengaruhi ketersedian pasokan susu sebagai bahan baku,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Satuan Tugas PMK, Prof. Dr. drh. Aris Haryanto mengatakan, bahwa PMK merupakan salah satu penyakit menular pada hewan yang paling ditakuti oleh negara-negara di dunia. Pasalnya, penurannya sangat cepat dan membawa dampak buruk bagi perekonomian para peternak.
Sehingga, butuh pendekatan dengan metode Pentahelix kolaborasi antara akademisi, pemerintah, swasta, media dan masyarakat.
“Beberapa peternak mungkin mengalami keterbatasan akses terhadap tenaga kesehatan, obat, vitamin, dan vaksinasi. Sehingga peran aktif Sarihusada dalam memfasilitasi usaha bersama antara tenaga kesehatan hewan, pemerintah, dan peternak adalah tepat”, tegasnya.
Sementara, Sustainable Development Director Danone Indonesia, Karyanto Wibowo menyampaikan bahwa dukungan yang diberikan bagi peternak untuk mengatasi wabah PMK, merupakan perwujudan dari visi One Planet One Health. Dimana, kesehatan masyarakat tidak bisa dipisahkan dari kesehatan lingkungan.
“Kami lahir dan besar di wilayah ini, kami memiliki komitmen untuk tumbuh dan berkembang bersama peternak lokal. Dimana program yang kami inisiasi bukan hanya meningkatkan produksi dan kualitas susu segar. Namun juga membantu meningkatkan kesejahteraan peternak. Maka dari itu, secara proaktif kami membangun kerjasama dengan pemerintah, Satuan Tugas PMK – Fakultas Kedokteran Hewan UGM (Universitas Gajah Mada-red), KJUB Puspetasari, dan Yayasan Rumah Energi, mitra koperasi dan peternak di Kawasan Klaten, Sleman dan Boyolali. Sehingga wabah PMK yang melanda ketiga kabupaten di DIY dan Jawa Tengah ini dapat segera ditangani dan dicegah untuk berkembang lebih jauh, serta produksi susu dapat dikembalikan secara bertahap” kata Karyanto.
Dikatakan, pihaknya telah mengembangkan Program Peningkatan Mutu Susu (PMS) sejak tahun 1991 bersama akademisi dari UGM dengan pola kemitraan dengan lokasi di lingkar Merapi yaitu Boyolali, Sleman dan Klaten.
“Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, dengan mendorong peternak menghasilkan susu yang memenuhi standar kualitas industri susu, sehingga berkontribusi pada pengembangan industri usaha lokal pengolahan makanan & minuman berbasis susu. Selama ini, peternak yang didampingi juga telah mendapatkan peningkatan pengetahuan atas inovasi terkini melalui Kampus Peternak, dan studi banding ke lokasi lain untuk menambah wawasan,” pungkasnya. (Bud)
Komentar