INDONNESIANEWS (Solo)-Paguyuban Kawulo Karaton Surakarta Hadiningrat (PAKASA) lahir pada 27 November 1931 silam atau genap berusia 91 tahun. Untuk memperingati HUT PAKASA tersebut Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta, menggelar sejumlah kegiatan di Pagelaran Keraton Surakarta.
Kegiatan telah di mulai sejak Jumat (16-12-2022) lalu dan akan berakhir 1 Januari 2023 mendatang. Kini setiap sore dan malam di gelar pentas seni di depan halaman Pagelaran dan dalam Sitinggil Keraton Surakarta.
Bila sore pentas seni di isi pertunjukan seni dari PAKASA maka pada malam di gelar pertunjukan tari-tarian kreasi baru dan tradisional (Klasik).
Untuk tari-tarian modern tampil menghibur di panggung 5 kelompok tari dari kota Solo. Sedangkan untuk tradisiional oleh mahasiswa tari di Kota Solo.
Beranjak malam setelah berakhirnya semua pertunjukan tari di lanjutkan dengan pertunjukan wayang kulit. Tampil sebagai dalang dalam pentas wayang kulit yakni Ki Mardi Carto Mudo dengan lakon Pandawa Piningit.
Sebelum pertunjukan di tandai penyerahan wayang kulit oleh Ketua LDA GRAy Kus Murtiyah atau mba Mung di dampingi anggota LDA KPH Eddy Wirahbumi kepada dalang Ki Nardi Carto Mudo.
Dengan iringan gamelan yang padu di sertai nyanyian para sinden pertunjukan wayang kulit selama 1 jam tersebut mendapat sambutan meriah dari penonton yang memenuhi lokasi kegiatan.
Wayang kulit itu sendiri menceritakan Raja Negara Astina Prabu Duryudono sangat gembira karena sudah berhasil memboyong Pandawa ke Negara Astina yang di bantu oleh Begawan Dewa Yaksa,.
Sampai datang Begawan Anoman yang meminta prabu Duryudono untuk datang ke Kendalisodo ikut bersyukur karena Pandawa berada di Kendalisada. Karena merasa Pandawa ada di Astina maka Prabu Duryudono tidak percaya dengan adanya Pandawa yanga da di Kendalisada. Hingga terjadilah pertikaian antara Prabu Duryudono dan Bengawan Anoman.
Sementara itu anggota LDA Keraton Surakarta KPH Eddy Wirahbumi mengatakan pertunjukan tarian dan wayang kulit sebagai wujud nguri-nguri budaya atau melestarikan budaya apalagi Karatan Surakarta merupakan. Pusat budaya Jawa yang Adi luhung yang harus di jaga jangan sampai hilang di tengah hantaman budaya luar yang negatif. “Kami sebagai orang Keraton sangat berkewajiban untuk melestarikan budaya Jawa”, ujarnya.
Komentar