INDONNESIANEWS (Solo)–Operasional penambangan galian C di Klaten, kini menjadi perhatian publik setelah Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka ikut bersuara dalam twitter.
Untuk menuntaskan masalah tersebut, LAPAAN RI Jawa Tengah mendesak kepada Dirreskrimsus Polda Jateng, Kapolres Klaten, ESDM Jateng, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Klaten, DPUPR Kabupaten Klaten serta Satpol PP Pemkab Klaten harus segera terjun ke lapangan untuk mengecek, mengevaluasi dan melakukan pemeriksaan soal perizinan secara menyeluruh kepada seluruh penambang Galian C di Kabupaten Klaten.
Ketua LAPAAN RI Jateng, Dr BRM Kusumo Putro SH, MH yang meyakini praktik penambangan telah berlangsung puluhan tahun dan diduga 80 persen dilakukan secara ilegal ini, mendesak semua penambang Galian C yang tidak berizin harus dihentikan operasionalnya.
“Dan semua alat berat dan armada angkut seperti truk dam dan truk serta armada yang lain, serta semua peralatan yang dipakai untuk melakukan penambangan, harus disita sebagai alat bukti. Dan para pelaku yang terlibat penambangan ilegal harus dihukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” jelasnya.
Sementara lanjutnya, adapun penambang yang masih beroperasi diperiksa izinnya, apakah masih berlaku atau sudah kadaluwarsa. “Jika masa izinnya sudah habis namun masih berakktifitas untuk melakukan penggalian, maka harus dihentikan aktifitasnya.”
Sebelumnya, Ketua LAPAAN yang juga sebagai advokat tersebut juga mempertanyakan tentang para penambang galian C dalam operasionalnya. Dalam hal itu, diduga ada yang tidak berizin namun masih beroperasi hingga merusak jalan sepanjang kurang lebih 4 km di Desa Gunung Gajah, Klaten.
“Sudah empat bulan lalu kasus tersebut kami pertanyakan, namun belum ada tindakan tegas dari pihak yang berwenang,” tegas Kusumo saat ditemui di sebuah warung makan di Kawasan Taman Sriwedari, Rabu (30/11).
Untuk itu, Kusumo lagi-lagi mendesak agar para penambang galian C ilegal atau izin operationalnya sudah habis tapi masih melakukan penambangan, maka seluruh pelaku atau pengusahanya serta siapapun, yang terlibat dalam kasus ini harus diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Bagi pelaku penambang ilegal dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 158 UU No 3 tahun 2020, tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin resmi bisa dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 100 miliar.
Adapun bagi penadah, lanjut Kusumo, dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020, tentang perubahan UU No 4 tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batubara yang menjelaskan bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau pasal 105 dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar. (Bud)
Komentar