INDONNESIANEWS (Solo)–Kekayaan budaya Indonesia mewarnai suasana Muktamar 48 ‘Aisyiyah pada hari kedua di Ahad (20/11/22). Para utusan Wilayah secara berseragam mengenakan pakaian dengan kekhasan masing-masing. Mulai dari kain batik, tenun, hingga hiasan kepala.
Salah satu rombongan dari Sulawesi Selatan tampak anggun mengenakan tunik tenun berwarna dasar hitam dan benang berwarna emas, merah, hijau membentuk motif bunga. “Ini namanya tenun Lagosi, sutera khas Sulawesi Selatan, sutera ini masih banyak yang ditenun secara tradisional,” ujar Sri Hajati Fachrul, Ketua Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Pangkep, Sulawesi Selatan.
Sri menyampaikan bahwa 109 anggota Muktamar dari Sulawesi Selatan mengenakan tunik dengan tenun Lagosi ini. Dinamakan Lagosi karena daerah asal pembuatannya bernama Desa Lagosi, sebuah desa yang terletak di Sengkang, Kabupaten Wajo. Motif tenun ini dideskripsikan sebagai kain polos yang terdiri dari sebuah ragam hias berbentuk flora atau bunga.
Saat ditanya mengapa mengenakan tenun Lagosi ini Sri menyebutkan bahwa tenun Lagosi adalah ciri khas dan kebanggaan Sulawesi Selatan yang harus diketahui daerah lain. “Lagosi adalah ciri khas Sulawesi Selatan dan kebanggan, bahwa di sana ada kerajinan dari masyarakat Sulawesi Selatan yang kita banggakan dan tidak sama dengan daerah lain,” terang Sri.
Sama tapi tak serupa, rombongan dari Wilayah Lampung juga mengenakan kain tenun untuk digunakan sebagai selendang, tenun kain tapis namanya. Ketua PDA Bandar Lampung, Maryati Nasution menyebutkan bahwa sejumlah 69 utusan Muktamar dari Lampung seluruhnya mengenakan selendang tenun tapis.
Kain Tapis ini asalnya dari daerah Pesisir Barat Krui yang sekarang sudah dikembangkan di berbagai daerah di Lampung. “Masyarakat sana banyak hasil rebung kemudian binatang laut, kekayaan alam itu menjadi inspirasi dan mereka menyulam dengan benang emas dengan tangan, bahkan dulu kala pasokan benang harus membeli dari India,” ujar Ketua PDA Pesisir Barat
Kain Tapis ini memiliki keragaman dari kualitas benang, motif, dan kehalusan tenunannya dan kerap digunakan pada acara-acara khusus. “Di sini kami ingin menunjukkan kekayaan daerah Lampung yang menggambarkan juga keragaman budaya Indonesia,” ujarnya. (*/Oe)