INDONNESIANEWS (Solo)–Hari kedua kegiatan Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) menggelar Wilujengan Nagari di Ndalem Purwohamijayan Kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Mingguan (14/8/2022) siang.
Acara tersebut di tandai kedatangan 2 Pengageng Parentah Keraton Surakarta masing-masing KGPH Dipokusumo dan Gusti Kanjeng Ratu Alit di lokasi Wilujengan Nagara The Purwohamijayan Hotel.
Tidak lama kemudian Eko Sriyanto Galgendu yang menjadi penggagas kegiatan dengan berpakaian Keraton muncul dari sisi timur bangunan.
Ketua Umum GMRI ini di iringi puluhan abdi dalem yang juga berpakaian Keraton serta belasan putra-putri Solo yang membawa berbagai jenis makanan tradisional.
![]()
Jalannya prosesi Wilujengan Nagari GMRI di Ndalem Purwohamijayan Minggu (14/8/2022)
Dengan iringan musik keraton rombongan terus berjalan hingga halaman lokasi Wilujengan dan masuk ke dalam pendopo.
Acara cukup khidmat. Eko Sriyanto Galgendu bersama pengiring terus berjalan di tengah-tengah undangan dan terus menuju ruangan yang berada di bagian belakang tempat di mana sudah menunggu KGPH Dipokusumo dan istri GRAy Febri Dipokusumo dan GKR Alit.
Dengan jongkok setiba di ruangan khusus Eko Sriyanto Galgendu menuju ruangan dan duduk di lantai tempat wilujengan.
Prosesi Wilujengan pun di mulai. Eko Sriyanto Galgendu dengan bahasa Jawa Kromo Inggil menyampaikan apa yang menjadi maksud tujuan kegiatan kepada KGPH Dipokusumo dan GKR Alit.
KGPH Dipokusumo pun juga menjawab dengan bahasa Jawa halus. Prosesi Wilujengan Nagari berlangsung sekitar 30 menit. Eko Sriyanto Galgendu lalu keluar dari ruangan dan menuju ruangan bagian depan.
Setelah itu Putra putri solo dengan dengab wadah tampah membagi-bagikan berbagai jenis makanan tradisional yang telah di doakan kepada semua yang hadir untuk mengikuti acara Wilujengan Nagari

Eko Sriyanto Galgendu selaku ketua umum GMRI menjelaskan bahwa wilujengan nagari ini adalah bagian dari upaya mewujudkan persatuan di dalam keraton, sesuai dengan harapan dari mendiang Sinuhun Paku Buwono XII.
“Mendiang Sinuhun Paku Buwono XII yang merupakan salah satu pemrakarsa GMRI selalu menggelorakan semangat perdamaian dan kerukunan. Dan bersamaan dengan momen peringatan berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat saat ini, semoga semangat itu bisa senantiasa nyawiji atau menyatu dengan ruh keraton yang saat ini masih dibekap masalah internal,” jelasnya.
Hal ini pula yang menjadi dasar penyelenggaraan acara wilujengan nagari tersebut digelar di kawasan Keraton Surakarta Hadiningrat, tepatnya di Ndalem Purwohamijayan.
“Wilujengan ini juga menjadi upaya kita semua untuk ndodog ati atau mengetuk hati seluruh kerabat keraton yang saat ini masih belum bersatu. Agar mau membuka hati untuk bisa mewujudkan perdamaian dan persatuan, sehingga keraton bisa kembali kuncara,” lanjutnya.
Sementara dari pihak keraton sendiri terlihat sosok Pengageng Parentah Keraton Surakarta Hadiningrat KGPH Dipokusumo serta GKR Alit yang merupakan putri sulung mendiang Sinuhun PB XII.
Keduanya tampak khusyu mengikuti prosesi ritual yang digelar di dalam pendopo ageng Purwohamijayan.
Wilujengan nagari ini merupakan wujud doa kita kepada Tuhan agar senantiasa dilimpahi berkah. Terlebih saat ini ada dua peristiwa besar yang terjadi secara bersamaan di bulan ini, yakni peringatan hari kenerdekaan RI serta peringatan adeging Keraton Surakarta Hadiningrat.
Tentunya kita semua berharap ada sinergi yang tercipta di dalamnya, sehingga ke depannya bisa menciptakan kondisi yang baik untuk kehidupan kita semua,” terang Dipokusumo.
Pria yang juga putra dari mendiang Sinuhun PB XII tersebut juga menambahkan bahwa wilujengan kiblat sekawan merupakan simbolisasi dari doa di setiap penjuru mata angin.
Yang berarti bahwa dukungan energi dari berbagai penjuru inilah yang akan membuat negeri ini termasuk keraton menjadi semakin kuat.

“Kiblat sekawan atau empat kiblat ini akan diwakili dengan perlambang-perlambang tertentu yang menjadi simbolisasi doa kita semua. Agar negeri ini termasuk Keraton Surakarta Hadiningrat senatiasa mendapat perlindungan dari Tuhan yang Maha Kuasa,” imbuhnya.
Beragam sesaji memang disedakan dalam prosesi wilujengan nagari kiblat sekawan. Yang setelah didoai bersama, sesaji berupa nasi tumpeng dan beragam lauk pauknya itu dibagikan secara merata ke semua orang yang hadir.
Sesaji itu dibagikan dalam wadah takir yang merupakan akronim dari kata takwa dan dzikir. Artinya dalam sesaji itu terkandung doa kita sebagai umat manusia, yang mengharap ridho Illahi dengan senantiasa bertakwa dan berdzikir kepadanya,” pungkas pria yang akrab disapa Gusti Dipo ini. (Oe)