INDONNESIANEWS–Indonesia menduduki peringkat ke-4 sebagai negara produsen biji kopi di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolumbia. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia.
Kopi juga salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Sebesar 98 % luas areal kopi merupakan milik perkebunan rakyat.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan kopi untuk luas areal, produksi, dan produktivitas mengalami fluktuatif. Lima provinsi produsen kopi di Indonesia ada di pulau Sumatera (Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Bengkulu).
Ekspor kopi Indonesia sebagian besar dalam wujud biji kering atau primer dengan kontribusi 98,23% dari nilai ekspor dan lainnya dalam wujud kopi pecah kering, kopi bubuk, kopi pecah tanpa kafein, kopi bubuk tanpa kafein, dan pengganti kopi mengandung kopi. Produksi kopi Indonesia sebagian besar diekspor ke mancanegara dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Enam negara tujuan ekspor biji kopi asal Indonesia, yaitu: Amerika, Itali, Mesir, Jerman, Malaysia, dan Jepang.
Ekspor kopi Indonesia tidak selamanya berjalan mulus karena beberapa negara tujuan ekspor menerapkan sistem keamanan pangan yang ketat. Salah satunya adanya pemberitahuan dari Food Monitoring and Safety Division, Pharmaceutical and Living Hygiene Bureau, Ministry of Health, Labour and Walware (MHLW) Jepang, akan melakukan 100 % inspection order atas biji kopi yang akan diekspor dari Indonesia.
Terkait hal tersebut, Atase Pertanian dan Atase Perdagangan Indonesia telah melakukan negosiasi kepada pihak MHLW yang ditanggapi secara positif oleh pihak MHLW dengan beberapa kesepakatan. Apabila terjadi satu pelanggaran baru terhadap Undang-Undang Sanitasi Pangan Jepang, maka MHLW secara otomatis akan memberlakukan mandatory 100 % inspection order biji kopi asal Indonesia.
Pada tanggal 4 November 2021 MHLW memberitahukan terjadinya pelanggaran terhadap biji kopi asal Indonesia dengan kapasitas 3 (tiga) kontainer oleh eksportir asal Provinsi Lampung. Kedutaan Besar Indonesia di Tokyo menyampaikan Brafaks perihal Pelanggaran Undang-Undang Sanitasi Pangan Jepang atas Ekspor Biji Kopi asal Indonesia karena mengandung insektisida berbahan aktif Isoprocarb 0,03 ppm (melebihi ambang batas 0,01 ppm).
Setelah dilakukan klarifikasi dengan pihak eksportir diketahui bahwa ekspor biji kopi sebanyak 3 (tiga) kontainer tersebut berasal dari Kabupaten Tanggamus, Way Kanan, Lampung Barat, dan Lampung Utara. Keempat kabupaten ini merupakan sentra penghasil kopi terbesar di Provinsi Lampung. Luas areal perkebunan kopi di Provinsi Lampung tahun 2019 mencapai 156.918 ha, dengan produksi sebesar 117.092 ton dan melibatkan sebanyak 142.511 petani (KK). Kopi menjadi mata pencaharian utama petani di 4 (empat) kabupaten tersebut dan mengelola kopi secara turun temurun.
Petani juga mengalami pasang surut dalam mengelola kopi, diantaranya adalah pertanaman yang sudah berumur tua (20-30 tahun), kondisi geografis seperti tanah lereng dan serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
Jenis OPT utama pada tanaman kopi, antara lain: hama Penggerek Buah Kopi/PBKo (Hypothenemus hampei), kutu-kutuan (kutu putih, Planococcus citri dan kutu tempurung hijau, Coccus viridis), penggerek batang (Zeuzera coffeae), penggerek cabang/ranting (Xylosandrus sp.), penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) dan nematoda luka akar (Pratylenchus coffeae). Untuk mengendalikan OPT tersebut, petani seringkali menggunakan pestisida kimiawi.
Bahkan petani juga memberantas semut karena mengganggu/menyengat pada waktu pemanenan buah kopi di lapangan. Padahal semut tersebut adalah predator yang perlu dilestarikan keberadaannya untuk mengendalikan hama PBKo pada pertanaman kopi.
Semut adalah serangga sosial yang hidup berkoloni dan mencakup ribuan jumlah individu. Semut pada pertanaman kopi dapat berperan sebagai pemangsa (predator) hama PBKo, atau dapat pula berperan sebagai pengusir hama PBKo karena mencegah hama PBKo menyerang buah kopi.
Semut yang diketahui memangsa hama PBKo antara lain: semut rangrang/penenun (Oecophylla smaragdina), semut bonding (Pheidologeton sp.), semut firaun (Monomorium sp.), semut berduri (Polyrachis sp.), semut api/merah (Solenopsis sp.), semut api kecil (Wasmannia sp.), semut cina (Paratrechina sp.), dan semut kripik/akrobat (Crematogaster spp.). Biasanya semut berasosiasi dengan hama kutu.
Namun keberadaan hama kutu pada tanaman kopi cukup merugikan karena cairan yang dihasilkan oleh hama kutu dapat menutupi permukaan daun maupun buah kopi.
Hal ini dapat menghambat proses fotosintesis maupun perkembangan buah kopi. Oleh karena itu, membiarkan semut hidup sebagai musuh alami (predator) merupakan langkah yang tepat dan yang perlu dilakukan pengendalian untuk hama kutu secara kultur teknis, biologi dan aplikasi pestisida nabati yang bersifat penghambat makan (antifeedan).
Musuh alami OPT perlu dikonservasi di lapangan supaya peranannya dapat lebih optimal. Misal semut tidak perlu dibunuh dengan insektisida, tetapi untuk menghindari gangguan darinya maka dapat digunakan minyak atsiri, seperti serai wangi.
Banyaknya semut pada tanaman kopi kadang membuat petani kewalahan saat memanen kopi karena dalam satu tanaman kopi dapat mencapai ribuan semut. Pekerja yang terkena oleh gigitan semut, maka bagian tubuh bekas gigitan semut akan merah-merah dan apabila menggigit di area mata akan terasa pedih. Bahkan petani akhirnya mengaplikasikan insektisida menjelang/saat panen kopi untuk mengendalikan semut.
Namun hal ini justru berdampak pada residu insektisida kimiawi pada buah/biji kopi yang dipanen. Oleh karena itu, masih perlunya bimbingan kepada petani untuk menerapkan upaya pengendalian OPT yang lebih ramah lingkungan. Misalnya perlunya mengurangi penggunaan pestisida kimiawi untuk mengendalikan OPT. Kalau pun pestisida kimiawi akan digunakan untuk mengendalikan OPT, maka perlu dilakukan secara bijaksana dan sesuai dengan rekomendasi.
Selain itu disarankan agar dalam melakukan aplikasi pestisida kimiawi (fungisida, insektisida, maupun herbisida) harus memperhatikan waktu (jumlah hari) terakhir aplikasi pestisida kimiawi sebelum masa panen.
Keberadaan semut yang melimpah pada tanaman kopi diduga disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: adanya daun kering karena digunakan semut untuk bersarang, penanaman kopi dengan penaung pohon pisang, pohon nangka yang menjadi tempat favorit semut, serta tanaman kopi yang berdekatan dengan pohon-pohon kering. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk lebih intensif melakukan sanitasi kebun dengan baik dan memanfaatkan teknologi yang bersifat kearifan lokal.
Mari bersama-sama menjaga keberlanjutan ekspor kopi Indonesia dengan menerapkan budi daya kopi yang baik, sehingga petani kopi Indonesia sejahtera. (Sumber Kementan dirjen perkebunan/Oe)
Komentar